Sabtu, 08 April 2017

200.000 vs 600.000

"Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menyadari kekurangan dan kesalahannya tanpa langsung menimpakannya kepada bawahannya"

Dimasa negara-negara berperang di Cina, negri Qin merupakan salah satu negara terkuat dari tujuh negara yang ada di Cina. Qin saat itu dibawah kepemimpinan Raja Zheng atau Ying Zheng yang kelak dikenal sebagai Qinshihuangdi. Dibawah kepemimpinannya, negri Qin terus melakukan perluasan wilayah demi satu tujuan yaitu mempersatukan Cina dan mengakhiri era negara-negara berperang yang sudah berlangsung selama 500 tahun lamanya. Dalam usahanya mempersatukan Cina, Raja Zheng tidak sendirian, beliau dibantu oleh rekan-rekannya yang setia seperti Mentri Li Si yang membantunya dalam urusan pemerintahan dan juga Jendral-jendral berbakar seperti Li Xin, Wang Jian, Wang Ben, Meng Tian, Yang Duanhe, Teng, dsb yang memimpin pasukan Qin di medan perang.

Pada tahun 225 SM negri Qin sudah mencapai puncak kejayaannya dalam upaya mempersatukan Cina. Perang penyatuan Cina sudah berlangsung selama 6 tahun lamanya dan negri Qin sudah mengalahkan empat negara bagian di Cina. Kini Ying Zheng sebagai Raja Qin memutuskan untuk menyerang negri terbesar dari tujuh negara bagian Cina yaitu negri Chu. Chu adalah negri yang cukup besar, wilayahnya membentang sepanjang lembah sungai Huai dan Yangzi ke timur sampai mencapai laut. Walaupun dimasa Ying Zheng, Chu sudah bukan lagi kekuatan besar namun potensi kekuatan Chu tetap tidak boleh diremehkan sebab Chu masih memiliki Jendral kenamaan seperti Xiang Yan dan kekuatan militer Chu masih dipandang mampu menciptakan peperangan panjang melawan negri Qin. Apabila Qin sampai terjebak dalam perang yang berlarut-larut maka Qin akan menghadapi resiko pemberontakan dari negara-negara bagian yang ditaklukannya sebab wilayah-wilayah taklukan Qin belum sepenuhnya stabil. Untuk keperluan itu, Ying Zheng memanggil dua orang jendral terbaiknya yaitu Li Xin dan Wang Jian untuk mendiskusikan perihal penyerangan ke negri Chu. Sebagaimana kebiasaan di negri Qin bahwa setiap keputusan yang hendak diambil harus melalui mekanisme diskusi terlebih dahulu sebelum Raja mengambil keputusan terakhir setelah mendengar pendapat-pendapat yang disampaikan kepadanya. Ying Zheng mula-mula bertanya kepada Li Xin perihal berapa jumlah pasukan yang diperlukan untuk menaklukan Chu. Li Xin dengan percaya diri menjawab bahwa dua ratus ribu pasukan sudah cukup untuk menaklukan Chu. Li Xin memang bukan jendral sembarangan. Kiprahnya dalam perang penyatuan Cina sudah cukup dikenal khususnya ketika dirinya memimpin pasukan Qin menyerbu negri Yan dimana Li Xin berhasil memaksa Raja Xi dari Yan menyerahkan kepala putra mahkotanya "Yan Dan" yang telah merencanakan pembunuhan terhadap Ying Zheng. Namun Ying Zheng merasa kurang yakin dengan jawaban Li Xin kemudian bertanya kepada Wang Jian pertanyaan yang sama dengan yang disampaikannya kepada Li Xin. Wang Jian adalah jendral senior, ia memahami betul situasi antara Qin dan Chu dimana Chu merupakan kekuatan yang sanggup menandingi Qin. Selain itu, Wang Jian juga memahami bahwa peperangan dengan Chu harus diselesaikan secepat mungkin untuk mencegah melemahnya stabilitas dalam negri akibat peperangan yang berlarut-larut. Atas pertimbangan tersebut, Wang Jian menyatakan bahwa untuk menaklukan negri Chu diperlukan Enam Ratus Ribu Pasukan. Kali ini Ying Zheng terkejut. Enam Ratus Ribu pasukan yang diminta oleh Wang Jian sama artinya dengan hampir keseluruhan pasukan dari negri Qin. Kali ini Ying Zheng justru curiga bahwa jumlah yang sangat banyak itu akan digunanakan oleh Wang Jian untuk memberontak melawan negri Qin. Atas dasar kecurigaan itu, Ying Zheng lalu memilih rencana dari Li Xin dan mempercayakan dua ratus ribu pasukan Qin kepadanya. Li Xin kemudian diposisikan sebagai panglima pasukan Qin dalam penyerbuan ke Chu sementara Meng Wu dijadikan sebagai wakilnya. Wang Jian merasa dirinya tidak diperlukan lagi lalu mengajukan pensiun dan pulang ke kampung halamannya di Pinyang.

Jadilah Li Xin bersama Meng Wu berangkat dengan dua ratus ribu pasukan Qin untuk menyerbu negri Chu. Pada permulaannya, pasukan Li Xin memang berhasil meraih kemenangan dan menaklukan banyak wilayah di negri Chu. Namun tanpa mereka sadari, Chu ternyata memasang jebakan. Pasukan Chu dibawah Bangsawan Changping menyerbu wilayah Qin sehingga memaksa Li Xin menarik mundur pasukannya untuk menyelamatkan negrinya sendiri namun gerakan mundur pasukan Qin ternyata sudah disadari sejak awal oleh pasukan Chu sehingga pasukan Chu lalu mengejar dan menghancurkan pasukan Qin yang tengah kelelahan akibat penarikan mundur tersebut. Qin kehilangan tujuh orang jendral dalam pasukannya dan pasukan Qin sendiri mengalami kerusakan yang sangat parah. Peperangan tersebut dapat dikategorikan sebagai peristiwa terburuk dalam sejarah Qin yang berusaha mempersatukan Cina. Li Xin akhirnya menghadap ke Ying Zheng dengan membawa berita kekalahan tersebut. Ying Zheng yang berharap menerima berita kemenangan memang pada awalnya marah besar setelah mendengar kekalahan pasukan pimpinan Li Xin. Namun Ying Zheng tidak lantas menggunakan kekuasaannya untuk memecat atau menghukum Li Xin atas kegagalannya. Sebaliknya, Ying Zheng justru merenungkan baik-baik apa yang  menjadi penyebab kegagalan pasukan Qin pimpinan Li Xin dalam penyerangan ke negri Chu. Ying Zheng kemudian menyadari bahwa dirinyalah yang menyebabkan kegagalan tersebut. Ying Zheng menyadari bahwa dirinya tidak mengetahui seluk beluk negri Chu namun tetap mempercayakan dua ratus ribu pasukan kepada Li Xin dan akibatnya wajar saja pasukan Qin mengalami kekalahan telak sebab Chu memang bukanlah lawan yang dapat diremehkan. Ying Zheng kemudian menyesal karena dirinya tidak mempercayai saran dari Wang Jian namun dirinya bertekad untuk tetap meneruskan peperangan. Apalagi pasukan Chu sudah meringsek masuk ke dalam wilayah Qin. Ying Zheng, walaupun seorang Raja dari negri Qin yang memiliki kedudukan besar namun tetap saja menyadari kekurangan dan kesalahannya lantas rela harus merendah dihadapan jendralnya sendiri. Ia kemudian mengunjungi kediaman Wang Jian untuk meminta maaf dan memintanya untuk memimpin pasukan Qin melawan negri Chu. Wang Jian sendiri tetap bersikukuh bahwa enam ratus ribu pasukan adalah jumlah yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Ying Zheng yang menyadari kesalahannya lantas langsung mengabulkan permintaan dari Wang Jian dan jadilah, Wang Jian memimpin pasukan Qin menghadapi negri Chu.

Saran enam ratus ribu pasukan yang diajukan Wang Jian sebenarnya adalah sesuatu hal yang wajar. Wang Jian menyadari bahwa negri Chu adalah negri yang  sangat kuat. Ibarat Kelabang Tua, Chu tidak dapat dibunuh dengan mudah walau sudah diinjak berkali-kali. Karenanya untuk mengalahkan Chu, Qin harus mengerahkan pasukan dalam jumlah besar untuk memberantas negri Chu dan menghapuskannya dari peta sejarah sehingga Chu tidak akan pernah mampu untuk bangkit kembali. Wang Jian sendiri meminta kepada Ying Zheng apabila dirinya berhasil menaklukan negri Chu, maka dirinya dianugerahi tanah garapan untuk diwariskan kepada keturunannya kelak. Ying Zheng tertawa mendengar permintaan Wang Jian, namun tetap memenuhi permintaannya tersebut sebagaimana tradisi Legalisme bahwa mereka yang meraih keberhasilan maka layak diberikan Hadiah sementara mereka yang melanggar aturan maka harus dihukum seberat-beratnya. Berbekal enam ratus ribu pasukan, Wang Jian kemudian menyerbu kembali pasukan Chu. Ia sengaja menggunakan strategi untuk mengulur-ngulur waktu agar semangat pasukan Chu semakin melemah akibat perang yang berkepanjangan, sementara untuk memompa semangat pasukannya, Wang Jian sengaja membiarkan pasukan Qin untuk beristirahat dan bersenang-senang di dalam bentengnya. Setelah pasukan Chu mengalami penurunan moril bertempur, Wang Jian kemudian menyerbu pasukan Chu habis-habisan. Pasukan Chu yang sudah kelelahan dan kehilangan semangat bertempur dengan mudah diberantas habis oleh pasukan Qin. Bahkan Jendral Xiang Yan yang memimpin pasukan Chu juga berhasil dibunuh oleh pasukan Qin. Tahun 223 SM, Qin kemudian menyerbu ibukota Chu "Shouchun" dan menangkap Raja Fuchu dari Chu.  Sisa-sisa dari negri Chu lalu melarikan diri dan mengangkat bangsawan Changping sebagai Raja di wilayah Wu. Namun tidak berselang lama pasukan Qin dibawah Meng Wu menyerang dan menghancurkan Wu dan menamatkan riwayat negri Chu untuk selama-lamanya.

Kisah penaklukan negri Qin atas Chu memiliki suatu gambaran yang menarik khususnya bagaimana seorang pemimpin bersikap terhadap bawahannya. Dalam hal ini Ying Zheng, Raja Qin yang kelak dikenal sebagai Qinshihuangdi tidak bersikap arogan dan menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang dan justru memerintah dengan bijaksana. Kebijaksanaan Ying Zheng tercermin tidak hanya dari bagaimana dirinya mengajak pilar-pilar pendukungnya untuk berdiskusi sebelum memutuskan sesuatu namun juga kemampuan dirinya untuk menyadari kesalahan dan kekurangan dirinya. Ying Zheng sadar betul bahwa dirinya melakukan kesalahan besar ketika mempercayakan dua ratus ribu pasukan kepada Li Xin hanya karena curiga dengan permintaan dari Wang Jian mengenai enam ratus ribu pasukan. Sikapnya itu lalu mengantarkan Qin menuju bencana besar yaitu kekalahan dalam invasi pertama ke Chu. Dengan menyadari kesalahan yang diperbuatnya, Ying Zheng tidak lantas menghukum Li Xin hanya karena gagal menjalankan tugasnya sebab Ying Zheng memahami bahwa kegagalan Li Xin juga merupakan kesalahan dirinya sebagai pemimpin tertinggi negri Qin. Bahkan sebagai seorang Raja, Ying Zheng rela mendatangi kediaman Wang Jian untuk meminta maaf atas kecurigaannya yang berlebihan dan meminta Wang Jian untuk memimpin pasukan Qin melawan serangan balik dari negri Chu. Bahkan atas keberhasilan Wang Jian sesuai tradisi Legalisme Ying Zheng menghargainya dengan memberikannya tanah garapan. Nasib Li Xin sendiri juga cukup baik. Li Xin tetap menjadi jendral dari negri Qin yang setia dan bahkan oleh Ying Zheng kemudian dikirim untuk menaklukan negri Qi yang menjadi musuh terakhir dari negri Qin berhasil membawa kemenangan. Dengan sikap yang adil dan bijaksana tersebut tidak heran bahwa Ying Zheng mampu menjadi Kaisar Pertama Cina (Qinshihuangdi) dan mengantarkan Cina untuk pertama kalinya ke dalam masa-masa persatuan dan kedamaian.

Sumber: Qin "Kaisar Terakota" (Michael Wicaksono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar