Sabtu, 08 April 2017

Hittite


Pernahkah mendengar yang namanya bangsa Hittite atau kekaisaran Hittite? Hittite atau bangsa Het memang salah satu dari peradaban besar Dunia Timur di masa lalu yang kini banyak dilupakan oleh masyarakat umum. Hittite berasal dari cabang bangsa Indo-Eropa yang mendiami kawasan Anatolia (Asia Kecil yang sekarang merupakan wilayah Turki) jauh sebelum kedatangan Persia, Yunani dan Romawi. Bangsa Hittite termasuk bangsa yang memiliki kultur budaya tinggi dan mampu membangun peradaban besar. Bahkan dikatakan bangsa Hittite dimasa kejayaannya mampu membangun kekaisaran besar meliputi wilayah Asia Kecil hingga kawasan Levant (Lebanon, Suriah dan Palestina). Kekaisaran Hittite ini menjadi rival bagi Kekaisaran Mesir Kuno dalam memperebutkan dominasi atas kawasan Levant. Ibukota mereka adalah Hattusa.  Memang tidak banyak sumber yang bisa membantu mempelajari bangsa Hittite namun naskah-naskah kuno dari Mesir umumnya banyak mencatat perihal bangsa yang menjadi rival Kekaisaran Mesir Kuno itu.

Periode Hittite dibagi atas dua bagian yaitu Kerajaan Lama (Old Kingdom) yang berlangsung antara tahun 1700-1500 SM dan Kerajaan Baru (New Kingdom) yang kemudian dikenal sebagai Imperium Hittite yang berlangsung antara tahun 1400-1200 SM. Sejarah kerajaan lama Hittite dimulai dengan penyerangan dan penaklukan bangsa Hittite terhadap Kota Hattusa (yang kemudian menjadi ibukotanya). Hattusa sebelum dikuasai oleh bangsa Hittite merupakan sebuah kota yang dibangun oleh bangsa Hatti yang merupakan salah satu bangsa Anatolia Kuno sebelum bangsa Hittite. Sebelum diserang oleh bangsa Hittite, Hattusa sudah beberapa kali mendapatkan serangan dari Kekaisaran Akkadia dibawah Sargon dari Akkad kemudian oleh putranya Naram-Sin. Kemudian barulah bangsa Hittite dibawah Raja Anitta menaklukan kota tersebut. Saat itu Anitta merupakan Raja dari Kerajaan Kusara yang merupakan kerajaan Hittite yang bertetangga dengan bangsa Hatti. Raja Anitta membakar dan menghancurkan kota Hattusa sebelum akhirnya oleh Raja Hattusili I (juga dari Kerajaan Kusara), kota Hattusa dibangun kembali dan menjadi awal dari sejarah Kerajaan Hittite.

Hattusili I kemudian mempersatukan seluruh wilayah disekitarnya dan membangun Kerajaan Hittite Lama. Hattusili I lalu digantikan oleh Mursilli, cucunya sebagai Raja Hittite. Mursilli kemudian dibunuh oleh Hantili yang merupakan iparnya yang lalu menjadi Raja selama 30 tahun. Meski demikian pemerintahan Hantili tidak menghasilkan apapun. Hantili kemudian dibunuh oleh menantunya sendiri "Zidanta" yang kemudian memerintah kerajaan Hittite selama 10 tahun. Zidanta lalu dibunuh oleh anaknya sendiri "Ammuna" yang kemudian menjadi Raja Hittite selama 20 tahun. Namun Ammuna adalah Raja yang lebih buruk dari pendahulunya. Kerajaan Hittite mengalami kemunduran dan timbul berbagai pemberontakan. Meski demikian, Ammunna tidak melakukan apapun sama sekali. Ammuna wafat setelah memerintah selama 20 tahun, ia lalu digantikan oleh putranya Huzziya I yang berasal dari selirnya. Huzziya I membunuh keturunan lain dari Ammuna yang lebih tua darinya dan menjadi Raja Hittite. Ia memerintah selama 5 tahun namun pemerintahannya sama buruknya dengan pendahulunya. Huzziya I lalu digulingkan oleh Telpinu (anak termuda Amunna atau kemungkinan menantunya) yang kemudian menjadi Raja setelah mengasingkan Huzziya I. Telpinu adalah Raja terakhir dari Kerajaan Hittite Lama dan berusaha untuk mengembalikan kejayaan Hittite seperti sedia kala. Meski demikian, tidak banyak yang bisa ia lakukan. Telpinu dikenal dari The Edict of Telepinu, yang melukiskan mengenai kejayaan Kerajaan Hittite dimasa lalu dan kemundurannya hingga era pemerintahannya. Setelah Telpinu wafat, Hittite masuk dalam periode kegelapan yang mana tidak banyak diketahui sejarahnya.

Periode sejarah Hittite kemudian berlanjut pada era Kerajaan Baru (New Kingdom) dan disinilah masa keemasan Hittite dimulai dimana bangsa Hittite berhasil membangun kekaisaran yang sangat luas membentang dari Asia Kecil hingga daerah Levant (Suriah, Lebanon dan Palestina). Kekaisaran Hittite dimulai pada masa pemerintahan Suppiluliuma I. Suppiluliuma I, membangun kekaisaran Hittite dengan melakukan kampanye militer (penaklukan) maupun menjadikan kerajaan-kerajaan kecil disekitar Hittite sebagai vassalnya. Suppiluliuma I juga mengambil wilayah-wilayah vassal Mesir seperti kerajaan Mitanni dan memasukkannya ke dalam wilayah kekuasaannya sebagai negara vassal. Kekuatan dari Hittite bahkan membuat gentar pemerintahan Mesir dibawah Firaun Amenhotep III yang kemudian menarik dukungannya atas Kerajaan Mitanni. Ekspansi dari Kekaisaran Hittite juga kemudian memaksa Amenhotep III menarik mundur pula kekuatan Mesir dari Tushratta. Ketika Amenhotep III digantikan oleh Firaun Akhenten, Suppiluliuma I melanjutkan ekspansinya ke wilayah kekuasaan Mesir dan banyak mengambil alih negara-negara vassal Mesir lainnya seperti Byblos, dll. Barulah pada masa kekuasaan Firaun Tutankhamun, Mesir mencoba melawan ekspansi Hittite dengan mengirim Jendral Horemheb untuk menghentikan gerak maju pasukan Hittite. Meski demikian, Hittite berhasil meraih kemenangan atas pasukan Mesir karena kekuatan Hittite sudah berkembang lebih pesat dan mampu mengungguli militer Mesir. Setelah kematian Tutankhamun, istrinya, "Ankhsenamun" menulis surat kepada Suppiluliuma I dimana isinya meminta Suppiluliuma I untuk mengirimkan putranya untuk menikah dengannya. Alasan Ankhsenamun, adalah bahwa dirinya tidak dapat menikahi seorang pelayan, tidak mampu memerintah sendiri dan tidak memiliki anak laki-laki untuk menggantikannya. Suppiluliuma I menyanggupinya dan mengirim putranya Zananza ke Mesir namun Zananza kemudian dibunuh diperbatasan (kemungkinan Horemheb atau penasihat Ay). Kematian putranya membuat Suppiluliuma I murka dan memfokuskan kampanye militernya untuk menghancurkan Mesir. Kekaisaran Hittite kemudian melahap sisa-sisa wilayah Mesir di Levant dan melalui kemenangan besar-besaran itu Suppiluliuma I membawa banyak tahanan Mesir ke Hittite untuk dijadikan budak.

Suppiluliuma I kemudian wafat dikarenakan wabah yang menyebar di wilayah kekuasaannya (kemungkinan disebabkan oleh tahanan Mesir yang dibawanya dari peperangan yang menyebabkan wabah menyebar). Ia digantikan oleh Arnuwanda II, putranya yang kemudian juga wafat karena wabah tersebut. Arnuwanda II kemudian digantikan oleh adiknya Mursilli II. Awalnya Mursilli II dipandang tidak cocok mewarisi tahta karena dianggap masih terlalu muda dan tidak berpengalaman. Namun Mursilli II yang telah belajar banyak dari ayahnya (Suppiluliuma I) kemudian membuktikan bahwa anggapan orang-orang terhadap dirinya adalah salah. Mursilli II dengan cepat bertindak mengatasi wilayah-wilayah kekaisaran Hittite yang bergejolak seperti Kaska dan mengamankan perbatasan kekaisaran. Ia kemudian juga memperluas wilayah kekaisaran Hittite dan mengalahkan Kerajaan Babylonia Lama dalam sebuah pertempuran dikawasan Syria. Mursilli II memerintah selama 25 tahun yang kemudian digantikan oleh putranya "Muwatalli II". Pada masa pemerintahan Muwatalli II inilah, Kekaisaran Hittite yang wilayah kekuasaannya sudah mencapai perbatasan Mesir sendiri terlibat dalam pertempuran Kadesh dimana Mesir saat itu diperintah oleh Firaun Ramses II. Hatusilli III adik dari Muwatalli II kemudian menggantikannya sebagai Raja Hittite dan menandatangi Perjanjian Kadesh dan berdamai dengan Mesir pada tahun 1258 SM yang dikenal sebagai perjanjian perdamaian antar negara berkonflik pertama di dunia.

Hatusilli III kemudian wafat dan digantikan oleh Tudhaliya IV. Pada masa Tudhaliya IV inilah Bangsa Assyiria yang berbatasan dengan Kekaisaran Hittite mengalami kebangkitan. Assyiria yang kemudian mendirikan kekaisaran Assyria menginvasi wilayah Kekaisaran Hittite di kawasan Levant. Pada Pertempuran Nihriya sekiar tahun 1245 SM, pasukan Assyria mengalahkan pasukan Hittite dan sejak saat itu Kekaisaran Hittite mulai melemah dan dominasinya perlahan digantikan oleh Kekaisaran Assyiria. Selain pergerakan Kekaisaran Assyria yang semakin agresif, Kekaisaran Hittite juga terancam oleh serangan orang-orang Laut yang sering melakukan penjarahan di wilayah Hittite yang menyebabkan Kekaisaran Hittite semakin melemah. Tudhaliya IV kemudian digantikan oleh Suppiluliuma II, penguasa terakhir dari Kekaisaran Hittite. Suppiluliuma II terkenal karena pada masanya terjadi pertempuran laut pertama yang tercatat dalam sejarah dimana Angkatan Laut Hittite berhasil memperoleh kemenangan atas Cypriots. Namun tetap saja Suppiluliuma II tidak mampu mengembalikan kekuatan Kekaisaran Hittite kembali. Ancaman Kekaisaran Assyria, serangan orang-orang laut dan kemudian serangan suku Kaska turut memperlemah kekuatan Kekaisaran Hittite dimasa pemerintahan Suppiluliuma II.

Kekaisaran Hittite yang didirikan oleh Suppiluliuma I akhirnya mengalami keruntuhan pada tahun 1200 SM. Keruntuhan kekaisaran besar tersebut kemudian memecah Hittite dalam negara-negara kota yang kecil dan lemah. Pada tahun 1190 SM, suku Kaska menyerang dan membakar kota Hattusa yang merupakan bekas ibukota Kekaisaran Hittite. Kemudian pada abad ke 9 SM, Kekaisaran Assyria lalu menaklukan sisa-sisa dari bangsa Hittite dan menggabungkannya dalam Imperium Assyria. Kekaisaran Assyria kemudian menancapkan pengaruhnya berupa kebudayaan ditengah-tengah bangsa Hittite. Meski demikian, kebudayaan Hittite masih tetap bertahan hingga penaklukan Kekaisaran Akhemeniyah Persia. Oleh Cyrus Agung, kebudayaan Hittite dilestarikan dan dimasukkan ke dalam salah satu bagian dari kebudayaan yang dimiliki oleh Kekaisaran Persia. Kebudayaan Hittite baru benar-benar diambang kehancuran ketika Kekaisaran Makedonia dibawah Alexander Yang Agung menyerbu wilayah kekuasaan Kekaisaran Akhemeniyah Persia. Pada periode-periode berikutnya dibawah para penguasa Hellenistik yang menggantikan Kekaisaran Makedonia, kebudayaan Hittite mengalami kemunduran dan benar-benar musnah lalu digantikan oleh kebudayaan Hellenistik yang bertahan selama beberapa abad.

Sumber:

http://www.ancient.eu/hittite/

http://www.historyworld.net/wrldhis/PlainTextHistories.asp?historyid=ab66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar